Pekik Kemuliaan. Морган Райс

Читать онлайн книгу.

Pekik Kemuliaan - Морган Райс


Скачать книгу
memerintahkan untuk membiarkan mayat itu di sana.”

      Gwen menggelengkan kepalanya.

      “Sekarang,” ulangnya. “Ini adalah perintahnya yang baru,” ia berbohong.

      Algojo itu bergegas dan segera menurunkan mayat itu.

      Gwen merasakan sebuah kekuatan lain. Ia tak ragu bahwa Gareth sedang mengamati mayat Firth dari jendelanya sepanjang hari – menurunkannya akan membuatnya kesal. Tapi akan membuatnya tahu bahwa tak semua rencananya berjalan mulus.

      Gwen baru akan beranjak pergi ketika ia mendengar sebuah suara; ia berhenti dan berbalik, di atas sana, bertengger di atas tiang, ia melihat burung elang Estopheles. Ia mengangkat tangan untuk melindungi matanya dari matahari, mencoba memastikan bahwa matanya tak sedang menipu dirinya. Estopheles memekik lagi dan mengembangkan sayapnya, mendekati mereka.

      Gwen dapat merasakan burung itu menyembunyikan arwah ayahnya. Jiwanya tidak tenang, dan sebentar lagi akan menemukan kedamaian.

      Gwen mendadak memikirkan sesuatu; ia bersiul dan mengulurkan sebelah lengannya, dan Estopheles menukik ke arahnya dan bertengger di lengan Gwen. Burung itu berat, dan cakarnya mencengkeram kulit Gwen.

      “Carilah Thor, “ bisiknya pada burung itu. “Cari dia di medan pertempuran. Lindungi dia. PERGILAH!” serunya, sambil mengangkat lengannya.

      Ia memandang Estopheles mengepakkan sayapnya dan membumbung tinggi, semakin tinggi ke langit. Gwen berdoa itu berhasil. Ada sesuatu yang misterius dengan beurung itu, terutama hubungannya dengan Thor, dan Gwen tahu apapun mungkin terjadi.

      Gwen melanjutkan langkahnya, bergegas di sepanjang jalan terjal menuju pondok tabib. Mereka melintasi beberapa gerbang melengkung di luar kota, dan ia berjalan secepat ia bisa, berdoa agar Godfrey bertahan hidup untuk mendapatkan pertolongan.

      Matahari kedua tampak rendah di langit saat mereka mendaki sebuah bukit kecil di batas luar Istana Raja dan tampaklah pondok tabib di kejauhan. Pondok itu sederhana, hanya ada satu ruangan, tembok putihnya terbuat dari tanah liat, dengan satu jendela kecil di tiap sisinya, pintu oak melengkung di depannya. Dari atapnya tergantunglah aneka tanaman dengan berbagai warna dan jenis, mengelilingi pondok itu – yang juga dikelilingi hamparan tanaman obat, bunga berbagai warna dan bentuk membuat pondok itu seolah baru saja dijatuhkan di tengah rumah kaca.

      Gwen berlari menuju pintu dan menggedor pintu itu beberapa kali. Pintu terbuka, dan di depannya munculah seraut wajah si tabib.

      Illepra. Ia telah menjadi tabib kerajaan sepanjang hidupnya, dan telah dikenal Gwen sejak ia masih belajar berjalan. Kulitnya tampak bersinar, membungkus mata hijaunya yang tampak ramah dan sulit dipercaya usianya sudah lebih dari 18 tahun. Gwen tahu kalau Illepra lebih tua dari itu, tahu bahwa penampilannya bisa mengecohkan, dan ia juga tahu bahwa Illepra adalah salah satu orang terpandai dan berbakat yangpernah ditemuinya.

      Roman wajah Illepra berubah saat ia melihat Godfrey. Matanya terbelalak dengan penuh rasa prihatin, menyadari kegawatan situasinya. Ia menyeruak melewati Gwen dan bergegas menuju ke arah Godrey, meletakkan telapak tangannya di keningnya, keningnya berkerut.

      “Bawa ia masuk,” perintahnya pada kedua pria yang membawa Godrefy, “cepatlah.”

      Illepra kembali ke dalam, membuka pintunya lebih lebar, dan mereka mengikuti langkahnya ke dalam pondok. Gwen mengikuti mereka, menundukkan kepalanya saat melewati pintu yang rendah dan menutup pintu di belakang mereka.”

      Di dalam sedikit gelap, dan ia mengejapkan matanya untuk menyesuaikannya dengan kegelapan. Saat yang lain sedang sibuk, ia melihat pondok itu masih sama seperti yang pernah ia lihat semasa kanak-kanak: kecil, sederhana, bersih dan dipenuhi berbagai jenis tanaman, obat-obatan, dan racun.

      “Baringkan ia di sana,” perintah Illepra, lebih serius daripada yang pernah didengar Gwen. “Di tempat tidur di pojokan. Lepaskan pakaian dan sepatunya. Lalu tinggalkan kami.”

      Akorth dan Fulton melakukan apa yang diperintahkan pada mereka. Saat mereka hendak pergi, Gwen mencengkeram lengan Akorth.

      “Berjagalah di depan pintu,”perintahnya. “Siapapun yang meracuni Godfrey mungkin masih ingin melukainya. Atau aku.”

      Akorth mengangguk dan ia dan Fulton keluar, menutup pintu.

      “Sudah berapa lama ia seperti ini?” tanya Illepra, ia tidak menatap Gwen karena sedang berlutut memeriksa pergelangan tangannya, perutnya, tenggorokannya.

      “Sejak tadi malam,” jawab Gwen.

      “Tadi malam!” seru Illepra, kepalanya menggeleng, prihatin. Ia memeriksa Godfrey untuk beberapa lama tanpa suara, wajahnya murung.

      “Ini tidak baik,” ujarnya.

      Ia meletakkan telapak tangannya di kening Godfrey lagi dan kali ini ia menutup matanya , bernafas untuk beberapa lama. Suatu kesunyian yang sangat memenuhi ruangan itu, dan Gwen tak tahu untuk berapa lama.

      “Racun,” bisik Illepra, matanya masih tertutup, seolah sedang memeriksa kondisinya secara bawah sadar.

      Gwen selalu takjub atas kemampuan Illepra; ia tak pernah salah, tak sekalipun sepanjang hidupnya. Dan ia telah menyelamatkan banyak nyawa lebih dari satu pasukan kerajaan. Ia bertanya-tanya apakah kemampuan itu dipelajarinya atau diwariskan; ibu Illepra juga seorang tabib, dan ibu dari ibunya juga. Di saat yang sama, Illepra telah menghabiskan hidupnya mempelajari tentang racun dan seni penyembuhan.

      “Sebuah racun yang sangat kuat,” tambah Illepra, lebih yakin. “Sangat jarang aku menemukannya. Racun yang sangat mahal. Siapapun yang mencoba membunuhnya sudah merencanakannya. Menakjubkan karena kakakmu tidak mati karenanya. Racun ini pasti lebih kuat daripada dugaan kita.”

      “Ia mewarisinya dari ayah kami,” kata Gwen. “Ia sekuat kerbau. Semua raja keturunan McGil juga.”

      Illepra bangkit dan mencampur beberapa dedaunan di balok kayu, memotong dan menghaluskannya dan menambahkan cairan. Hasilnya adalah semacam salep berwarna hijau dan ia membawanya kembali ke arah Godfrey. Digosokkannya salep itu ke lehernya, di bawah lengannya, di kenignya. Saat ia selesai, ia mengambil sebuah gelas dan meneteskan beberapa cairan, satu berwarna merah, satu coklat dan satu ungu. Saat mereka tercampur, cairan itu mendesis dan berbusa. Ia mengaduknya dengan sendok kayu panjang, kembali ke Godfrey dan meneteskannya di bibirnya.

      Godfrey tak bergerak; Illepra mengangkat kepalanya dan memasukkan cairan itu ke dalam mulutnya. Sebagian cairan mengalir keluar di pipinya, namun sebagian masuk ke tenggorokannya.

      Illepra menyeka sisa cairn dari mulut dan rahangnya, lalu bersandar dan mendesah.

      “Apakah ia akan hidup?” tanya Gwen, khawatir.

      “Mungkin,” katanya, muram. “Aku sudah berikan semua yang aku punya, tapi itu tidak akan cukup. Hidupnya sekarang tergantung takdir.”

      “Apa yang bisa kulakukan?” tanya Gwen.

      Illepra berpaling dan menatap Gwen.

      “Berdoalah. Ini akan jadi malam yang panjang.”

      BAB LIMA

      Kendrick tak pernah tahu seperti apa kebebasan itu – kebebasan sesungguhnya- sampai hari ini. Waktu yang telah ia habiskan saat terkurung di penjara bawah tanah telah mengubah pandangannya terhadap kehidupan. Kini ia menghargai hal-hal kecil – hangatnya matahari, angin yang meniup rambutnya, bebas di luar. Menunggang kuda, merasakan bumi melaju di bawahnya, kembali bergabung dengan pasukan, memegang senjata dan berkuda bersama rekan-rekan sepasukan membuatnya merasa bagaikan meriam yang sedang melucur. Membuatnya merasakan keliaran yang tak pernah ia alami sebelumnya.

      Kendrick melaju, membungkuk menuju angin, sahabatnya Atme ada di dekatnya, berterima kasih atas kesempatan untuk bertempur dengan saudara-saudaranya, untuk tidak melewatkan pertempuran ini, dan ingin membebaskan kotanya dari pasukan McCloud – dan membuat mereka membayar karena telah menyerang. Ia berkuda dengan nafsu membunuh, meski saat itu ia tahu bahwa sasaran kemurkaannya bukanlah pasukan McCloud tapi adiknya, Gareth. Ia tak akan pernah memaafkan


Скачать книгу